*اللهم صلى على سيدنامحمد * اللهم صلى على سيدنامحمد * اللهم صلى على سيدنامحمد *
Tiga sifat manusia yang merusak adalah, kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. – Nabi Muhammad Saw

Recent Coment

BELAJAR TAWADHUK


Mumpung weekend, upload cerita lagi. Ini kisah terpendam selama duapuluh lima tahun.

Baru seminggu di Rembang, sudah beberapa orang yang diyakini sebagai rijalullah, saya temui. Beberapa nama dapat disebut, antara lain Mbah Muslim Klaten, Mbah Shobib Jepara, Habib Luthfie Pekalongan, Mbah Syahid Kemadu, dan lain-lain. Namun satu yang membuat hati ini tak kunjung tenteram yaitu, saya belum bertemu dengan Mbah Hambali Lasem. Saya belum pernah berjumpa beliau sama sekali.

Mbah Hambali mengingatkan saya kepada almaghfurlah Gus Miek. "Kebiasaan" beliau mengunjungi tempat pelacuran, terminal, dan sebagainya, pun sangat mirip. Konon, bahkan, Rhoma Irama pun berguru kepadanya.

Salah satu kisah yang secara singkat diceritakan kepada saya adalah sewaktu beliau mengajak beberapa PSK ke salah satu makam (kapan dan di mananya saya lupa). Pada saat semua telah berkumpul mengelilingi kuburan tersebut, atas izin Allah, terkuaklah siksa kubur di hadapan mereka. Api siksa yang menyala dan menggelegak itu, seketika membuat para PSK ketakutan dan, selanjutnya, bertobat. Juga beberapa cerita tentang karomah lainnya. Wallahu a'lam.

Itu baru sepenggalan dari segudang kisah tentang Mbah Hambali. Tak dapat dipungkiri, itu cukup membuat saya sungguh ingin berjumpa dengan beliau. Berhari-hari perasaan itu memenuhi hati.

Hingga suatu hari, seorang santri tergopoh-gopoh menemui saya di masjid.

"Panjenengan ditimbali Yai. Wonten Mbah Hambali (Anda dipanggil Kiyai. Ada Mbah Hambali)," begitu berita yang disampaikannya.

Seperti mendengar berita besar, saya melompat dan bergegas menuju rumah, ingin segera menemuinya.

Di ruang tamu, saya jumpai Lik Wawang (Munawar Muslih, Allahumma yarham), paman saya, bersama seorang tamu laki-laki. Begitu hening. Berusaha sekuat tenaga mematut sikap, dengan mundhuk-mundhuk layaknya santri yang baik, saya menghampirinya. Sekira dalam jangkauan lengan, tangan saya ulurkan untuk bersalaman, cium tangan. Sangat takzim. Sementara sang tamu dengan sopan dan cenderung sungkan, membalas uluran tangan saya, lalu cepat-cepat menariknya lagi. Meski demikian, hidung saya masih sempat merasakan sentuhan punggung tangannya.

Lik Wawang memperhatikan saya dengan tersenyum. Oh, bukan. Rupanya dia menahan tawa. Apakah sikap saya masih wagu? Tak apalah. Saya mencoba tak menggubrisnya.

Beberapa detik berikutnya, terdengar suara cekikikan ditahan-tahan. Itu pun, saya pikir, bisa tentang apa saja, toh? Masa bodohlah.

Saya melintas di depan Lik Wawang. Tiba-tiba dia berbisik, "Mbah Hambali di dalam kamar bersama Lik Wahab (KH Abd. Wahab Chafidz)."

Mak pyorrrrrr.......! Biji mata saya hampir keluar semua.

Pantas, kok bau trasi.





oleh Adib Machrus pada 11 Desember 2010
kumpulblogger.com

Tidak ada komentar:

Artikel Terbaru

Tukeran link

Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali Penyejuk Hati